Minggu Tgl 08 November 2020 ; Bilangan 11 : 31-15

Invocatio        : Berfirmanlah Allah : “Lihatlah, Aku memberikan kepadamu  segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di  seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji ; itulah akan menjadi makananmu (Kejadian 1:29)

Bacaan         : Efesus 5:1-5

Khotbah       : Bilangan 11:31-35

Thema          : Karakter Yang Membawa Damai Sejahtera

I.        Pendahuluan

Manusia dikatakan sehat dalam pemahaman orang Karo (suku Karo) kalau ada keseimbangan internal dan eksternal. Unsur internal ada lima yaitu tubuh, nafas, pemikiran, jiwa, dan hati. Unsur yang lima ini tadi berkaitan satu dengan yang lain. Kalau unsur yang lima ini tadi terganggu, bisa menimbulkan penyakit. Unsur eksternal ada tiga yaitu hubungan persaudaraan, hubungan dengan lingkungan, dan hubungan iman. Kalau disatukan keseimbangan internal dan eksternal ini tadi, kita mendapatkan empat aspek kehidupan yaitu fisik (tubuh, nafas, kesehatan), sosial (persaudaraan, sahabat sejati, pekerjaan, dsb), mental (pemikiran, hati, jiwa harga diri, emosi, dsb), spiritual (rasa aman, bersukacita, persekutuan, ibadah, iman, dsb). Semua aspek ini saling berkaitan. Kalau yang satu terganggu, yang lain pun ikut terganggu, kalau satu sakit, yang lain pun ikut sakit. Maka untuk itu semuanya harus seimbang, dengan seperti itulah baru bisa sehat dan mendapatkan damai sejahtera (sehat secara holistik).

II.        Isi

Bahan bacaan kita berbicara mengenai karakter manusia yang baru di dalam Kristus. Dalam Efesus 5 ini Paulus melanjutkan nasihat-nasihatnya, tetapi sekarang mengenai suatu bidang lain yaitu bidang hidup jemaat. Bagian ini terdiri dari, hidup jemaat, ditinjau dari sudut positif (Ef. 5:1-2), hidup jemaat ditinjau dari sudut negatif (Ef. 5:3-7). Dalam kedua ayat yang pertama ini Paulus merangkumkan apa yang ia katakan dalam bagian yang lalu, sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih (ay. 1). Paulus menasihatkan anggota-anggota jemaat di Efesus, anggota-anggota jemaat yanh dahulu belum mengenal Tuhan, tetapi yang sekarang telah menjadi “orang-orang kudus” dan “orang-orang percaya”, supaya mereka menjadi penurut-penurut Allah. Dan hal itu harus mereka buat seperti anak-anak yang kekasih. Nasihat Paulus ini adalah suatu perintah, jadilah penurut-penurut Allah. Karena antara “anak” dan “menjadi penurut Allah” terdapat suatu hubungan yang erat. Paulus menasihati jemaat Efesus agar menjadi penurut-penurut Allah, dan tidak ia buat sebagai rasul terhadap manusia-manusia, tetapi terhadap orang-orang yang dikasihi Allah dalam Kristus. Bukan itu saja yang Paulus minta dari jemaat. Sebagai konsekuensi dari nasihatnya, ia menambahkan, dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah (ay. 2). Dalam ayat 1 tadi telah kita lihat, bahwa anggota-anggota jemaat harus menjadi penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih. Tetapi bagaimanakah caranya hal itu harus mereka kerjakan? Jawab Paulus, dengan jalan mendemonstrasikannya dalam hidup mereka. Dasar atau kriteria dari kasih mereka ialah kasih Kristus. Kasih Kristus ini adalah begitu rupa, sehingga berkenan kepada Allah dan membawa serta mengikat orang-orangNya menjadi satu. Ia menyerahkan diriNya sendiri tanpa syarat. Kemudian sesudah Paulus meninjau hidup jemaat dari sudut positif, sekarang dia meninjau dari sudut negatif. Ia mulai dengan tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan, disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus (ay. 3). Mengapa Paulus mengatakan hal ini kepada jemaat Efesus? Karena hidup di dalam kasih bertentangan dengan hidup dalam percabulan, yang biasa dilakukan orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Di samping percabulan Paulus menyebut juga kejahatan-kejahatan lain seperti kecemaran dan keserakahan. Kejahatan-kejahatan ini harus mereka jauhi. Ternyata ayat 3 ini belum selesai dalam meninjau hidup jemaat secara negatif. Ditinjau dari tatabahasa, ayat 3 ini berhubungan erat dengan ayat 4, demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau sembrono – karena hal-hal ini tidak pantas – tetapi sebaliknya ucaplah syukur!. Segala kejahatan di ayat 4 ini pun tidaklah boleh ada dalam kehidupan jemaat. Larangan Paulus ini mencakup segala macam kejahatan, baik kejahatan dalam bentuk perkataan, seperti yang disebut di ayat 4. Semuanya itu tidak layak mereka lakukan sebagai anggota-anggota tubuh Kristus. Yang harus mereka lakukan adalah sebaliknya, mengucap syukur kepada Allah. Dan untuk menggarisbawahi bahaya kejahatan-kejahatan yang Paulus sebutkan di atas, ia memperingatkan mereka, tetapi ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah (ay. 5).

Bahan khotbah menceritakan tentang kerakusan yang dapat merugikan diri sendiri, sekaligus mendatangkan murka Tuhan. Tuhan menghembuskan angin membawa burung puyuh mengarah kepada mereka yang berjalan di padang gurun. Bangsa itu mengumpulkan banyak, selama dua hari, siang dan malam, mereka bahkan mengumpulkan, masing-masing 10 homer (1 homer = 360 liter x 10 = 3600 liter = 3,6 ton). Ada dua hal yang perlu kita simak dari cara bangsa Israel ini yaitu: pertama, mereka mengambil bagi dirinya lebih dari kebutuhannya, mereka hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan yang lain. Kedua, mereka takut tidak mendapat makanan untuk keesokan harinya. Rasa takut membuat mereka melupakan bahwa Tuhan dapat memberi jaminan bagi hidup mereka. Kerakusan membutakan mereka. Coba bayangkan selama dua hari mereka tidak mengalami kelelahan karena pikiran mereka hanya mengumpulkan. Mereka membabi buta sampai memiliki 3,6 ton burung puyuh? Dapatkah itu dihabiskan dalam seminggu dan dapatkah itu bertahan untuk bekal selama satu bulan? Kerakusan membuat mereka hanya ingin mengumpulkan dan mengumpulkan. Kerakusan juga menutup mata mereka akan berkat dan pemeliharaan Tuhan atas hidup dan masa depan mereka.

III.        Refleksi

Allah sudah mencipta kita dengan baik, dan Dia memberikan kita kekuatan dan hikmat untuk menjaga diri kita dengan baik, baik kesehatan tubuh juga jiwa kita. Karena dalam tubuh dan jiwa yang sehat, semakin lengkap kekuatan kita dalam menjalankan apa yang dikehendaki Tuhan dalam kehidupan kita. Bisa kita simpulkan bahwa rencana Tuhan kepada kita adalah supaya kita damai sejahtera, sehat secara holistik. Dalam sudut pandang Tuhan sangat penting sekali kesehatan, secara fisik, sosial, mental dan spiritual. Karena sehatnya semua aspek dalam hidup kita maka kita mampu hidup melayani Tuhan. Jadi sangat perlu sekali kita semua menjaga kesehatan kita secara holistik. Kesehatan fisik kita mengatur makanan kita, minuman yang cukup, gizi yang cukup, istirahat yang cukup, olahraga yang teratur, dsb. Kesehatan sosial, mau ngobrol dengan teman satu iman dan saudara, juga dengan sahabat. Kesehatan mental, tetap berpikir positif dan berpikir baik kepada teman kita, dalam pekerjaan, dalam jemaat, dalam keluarga, dsb. Kesehatan spiritual, menjaga hubungan kita tetap baik dengan Tuhan. Semua ini kita lakukan untuk kebaikan diri kita terutama dalam mewujudkan rencana Tuhan dalam kehidupan kita. Kesehatan ini diperlengkapi Tuhan Yesus dengan menebus dan menyelamatkan kita.

Dalam sebuah tulisan yang pernah kami baca, menurut prediksi WHO tahun 2030, kematian yang paling banyak adalah melalui mulut manusia. Artinya, terlalu banyak makanan ataupun tidak bisa menguasai nafsu yang membuat manusia mati. Kalau ditarik prediksi itu kepada kita semua apaakah itu benar atau tidak kita juga yang merasakannya. Karena sangat susah sekali kita menguasai nafsu kedagingan kita. Sering sekali penyakit itu datang karena kebanyakan makan. Kalau dahulu banyak orang mati karena kurang gizi, sekarang banyak orang sakit bahkan mati karena kelebihan gizi. Untuk itu perlu kita belajar menjaga mulut kita terhadap tawaran makanan yang sangat banyak yang disajikan di hadapan kita. Makanan itu menyangkut hubungan dengan Tuhan, kebaikan keluarga, kekuatan bangsa dan kedamaian dunia. Kalau seseorang sakit, pasti seisi rumah ikut merasakan. Sebaliknya, kalau kita sehat, banyak hal yang bisa kita lakukan. Tentu paling tidak tidak membebani orang lain. Banyak ahli kesehatan membuat sebuah kesimpulan yang mengatakan 90% banyak penyakit zaman sekarang ini diakibatkan pikiran. Sekarang ini banyak orang yang melakukan “diet makanan” untuk kesehatan ras kebugaran tubuh. Tapi ada juga yang penting dari itu yaitu “diet pikiran” untuk mendapatkan hasil yang maksimal selama “diet pikiran” perlu kita ikuti aturannya: memeras benak untuk yang bukan urusan kita, memikirkan hal-hal yang terlalu tinggi, memikirkan terus berulang-ulang kata-kata dan perbuatan orang lain yang menyakitkan, memikirkan terus kegagalan-kegagalan masa lalu, memikirkan apa kesan orang tentang kita, biarkan orang lain bebas berpendapat tentang kita, memikirkan aneka “jangan-jangan” yang mungkin terjadi di masa depan, jangan berpikir seolah-olah kita dapat menyelesaikan semua masalah di dunia ini.

Beberapa penelitian memperlihatkan keterlibatan iman dan kondisi iman yang baik dihubungkan dengan rendahnya gejala yang berhubungan dengan kekhawatiran, depresi, dan juga ide untuk bunuh diri. Rata-rata bukti penelitian memperlihatkan bahwa keterlibatan iman merupakan penentu penting kesejahteraan dan kepuasan hidup. Komitmen iman yang lebih besar dihubungkan dengan tekanan darah yang lebih rendah, rendahnya tingkat depresi, dan juga angka kematian yang lebih rendah. Lalu kata hasil penelitian itu lagi pasien dengan iman yang lebih kuat ternyata lebih rendah tingkat depresinya setelah dia disuruh pulang dari rumah sakit ke rumahnya, bahkan sewaktu dia melakukan control untuk penyakit yang lebih berat. Tambahannya lagi, pasien dengan iman yang lebih kuat ada dalam dirinya tingkat status ambulasi (ambulasi = penderita penyakit yang masih dapat berjalan) yang lebih baik sewaktu dia disuruh pulang dari rumah sakit. Survey pasien rawat inap dalam dua rumah sakit didapatkanlah 94% pasien setuju bahwa kesehatan imannya sama pentingnya dengan kesehatan tubuhnya, dan 77% dokter pribadinya memberikan pertimbangan kebutuhan imannya; 48% meminta dokter pribadinya berdoa dengan dia. Perasaan kerohanian memang memberikan pengaruh sewaktu kita menghadapi proses pengobatan dan kemudian memberikan pengaruh mekanisme respon tubuh kita terhadap obat yang masuk dalam tubuh kita. Beberapa penelitian pun memperlihatkan bahwa biasanya pasien yang ada dalam dia konsep pemikiran bahwa Allah itu kejam ternyata lebih tertutup mekanisme respon tubuhnya terhadap obat dibandingkan pasien yang ada dalam dirinya konsep bahwa Allah itu pengasih. Gambaran kita tentang Allah yang peduli dan baik bisa menguatkan semangat kita untuk sembuh. Kita jadi orang yang berpengharapan dan tidak mudah putus asa. Memang kita berserah, tapi tidak menyerah. Menyerah adalah sikap tidak peduli, sedangkan berserah adalah sikap “bukan kehendakku yang jadi, tapi kehendakMu yang jadi”. Berjuang dengan penyerahan yang seperti ini adalah sikap iman dalam semua perjalanan hidup. Kita berjuang untuk sembuh dan mengakui bahwa tidak semua penyakit bisa sembuh. Kita berjuang agar hidup dan mengakui bahwa tidap selalu kita ini hidup dalam waktunya nanti kita juga pasti mati. Mempertahankan adalah perjuangan iman, tapi sebaliknya merelakan juga perjuangan iman. Dalam mempertahankan dan merelakan itu yang menjadi andalan bukan iman kita, tapi Kristus yang kita percayai.

Pdt. Andreas Pranata Meliala, S.Th

GBKP Rg. Cibinong