Minggu 10 Mei 2020 ; Wahyu 12 : 10 -17

Invocatio      : "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” (Kolose 3 : 16)

Bacaan         : Ulangan 31 : 14 - 22

Kotbah         : Wahyu 12 : 10 - 17

Tema          : “Allah Mengasihi Bangsa-Nya”

PENDAHULUAN

Minggu ini, dalam bahasa Latin disebut Minggu Kantate, yang berarti “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan“, dikutip dari Mazmur 98 : 1. Kita menaikkan kidung pujian kepada Tuhan, karena kita meyakini dan mengamini akan karya keselamatan Allah melalui Yesus Kristus dan perlindungan serta penyertaan Allah bagi kita.

Puji-pujian kepada Allah, tujuannya untuk membantu kita mengasah kepekaan pada karya Allah, dan membantu kita menghayati apa yang sudah Allah kerjakan dalam hidup kita dan dunia ini.

Isaac Watt, yang dijuluki Bapak Kidung Pujian di Inggris, mengatakan: “Orang yang menolak memuji Tuhan, berarti dia tidak pernah mengenal Tuhan.”

I  S  I

Perikop Wahyu 12:10-12, oleh Lembaga Alkitab Indonesia, diberi judul “Nyanyian Kemenangan” yaitu Kemenangan Allah dan Kristus. "Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya” (ay.10). Keselamatan itu dinyatakan karena sang pendakwa (iblis) dan kematian telah dikalahkan oleh darah Anak Domba. Yesus adalah Anak Domba Allah yang darah-Nya telah tercurah di Kalvari dan pada hari ketiga telah bangkit dari antara orang mati. Maut telah ditelan dalam kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Kematian yang merupakan realitas kehidupan yang menakutkan, oleh kebangkitan Yesus menjadi realitas yang dihadapi dengan tenang sebab  seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam Roma 14:8, “Jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan”. Karena itu bersukacitalah orang-orang yang percaya kepada Kristus dan celakalah orang-orang yang berada di dalam kuasa kegelapan. Di ayat 12, orang-orang yang percaya kepada Kristus digambarkan dengan orang-orang yang diam di sorga, sedangkan orang-orang yang celaka adalah orang-orang yang berada di bumi dan laut. Bumi dan laut merupakan gambaran tentang kuasa kegelapan (iblis) dan semua orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus.

Inilah yang melandasi kita menaikkan nyanyian atau kidung pujian kepada Allah. Allah yang telah mengasihi dan menyelamatkan bangsa-Nya atau umat-Nya, yaitu Orang-orang yang percaya dan memberi diri kepada penebusan Yesus Kristus. Nyanyian syukur merupakan bagian dari kehidupan umat pilihan Allah. Di Perjanjian Lama, ketika Israel dibebaskan dari Mesir dan selamat dari kejaran orang Mesir, mereka bernyanyi oleh karena keselamatan dari Tuhan (bdk.Kel.15). Demikian juga, kita umat percaya diajak untuk bernyanyi karena keselamatan dari Tuhan.

Nyanyian yang kita naikkan kepada Tuhan, yang membantu kita menghayati apa yang sudah Tuhan kerjakan dalam hidup kita dan dunia ini, kiranya membawa kita untuk tetap setia beriman kepada Tuhan. Kita bisa bercermin dari bangsa Israel yang dituliskan dalam bacaan yang pertama, Ulangan 31 : 14 – 22, dimana Allah mengatakan kepada Musa dan Yosua bahwa bangsa Israel akan berkhianat kepada Allah dengan mengikuti allah asing yang ada di negeri kemana mereka akan masuk. Negeri yang dijanjikan Allah kepada nenek moyang mereka. Sehingga Allah menyuruh Musa menuliskan nyanyian tentang kebaikan dan kasih penyertaan Allah terhadap bangsa Israel. Dan nyanyian tersebut akan menjadi saksi bagi anak cucu mereka akan kebaikan dan kasih serta keadilan Allah.

REFLEKSI

Marthin Luther mengatakan, gereja yang hidup adalah gereja yang bernyanyi. Untuk itu, di Minggu Kantate ini kembali kita diingatkan untuk kita bernyanyi bagi kemuliaan Allah. Bernyanyi bagi kemuliaan Allah berarti nyanyian kita terpusat pada Allah bukan terarah pada diri kita. Itu sebabnya kita perlu hati-hati, jangan sampai kita berdosa saat menaikkan pujian kepada Allah. Kenapa? Karena kita menaikkan pujian untuk memperlihatkan kepiawaian kita bernyanyi dan menonjolkan diri. Sebagai contoh, setelah kebaktian usai, seorang penyanyi rohani mendatangi seorang pendeta, dan bertanya: “Menurut bapak, suara saya tadi bagaimana? Bagus, khan?” Kita bisa berefleksi melalui pertanyaan ini. Masihkan Allah yang menjadi pusat atau sudah bergeser kepada penonjolan diri.

Walaupun nyanyian kita terpusat pada Allah, untuk kemuliaan Allah,  bukan berarti bila kita tidak memuji Allah, maka hilang kemuliaan Allah. Bukan berarti Allah baru hadir jika kita memuji-Nya terlebih dahulu. Tanpa pujian kita pun, Dia tetap Allah yang mulia. Allah itu penuh kasih dan baik dan kita memuliakan Allah karena kasih dan kebaikanNya. Tapi tidak berarti Allah baik dn penuh kasih supaya kita memuliakan Dia. Itu salah. Allah sungguh sempurna, hingga tak membutuhkankan segala pujian kita. Tanpa puji-pujian kita, Allah pada hakikatnya memang sudah mulia. Kemuliaan Allah tidak bertambah hanya karena pujian kita. Marthin Luther pernah berkata, “Puji-pujian berguna untuk orang percaya, bukan untuk Tuhan” (Adiprasetya, 2016 :44).

Kiranya, Roh Kudus memampukan kita sehingga dengan segala kerendahan hati kita bernyanyi untuk kemuliaan Allah dan melalui nyanyian yang kita naikkan, kita semakin peka dan menghayati apa yang sudah Tuhan kerjakan dalam hidup kita dan dunia ini.

Pdt.Asnila Br Tarigan

GBKP Rg.Cijantung