Minggu 12 Januari 2019 ; Yesaya 42 : 1 - 9

 

Invocatio      : "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara.  Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang  bagi bangsa-bangsa  supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi" (Yesaya 49 : 6)

Bacaan          : Kisah Para Rasul 10 : 34 - 43

Khotbah       : Yesaya 42 : 1 - 9

Tema : Hamba Tuhan Yang Menerangi Bangsa-Bangsa

I.    PENDAHULUAN

Perayaan Natal belum lama berlalu dan saat ini kita memasuki minggu-minggu yang disebut epifania  (Yunani : Epifaneia =  “penampakan diri” atau “manifestasi”). Ada dua peristiwa yang dirayakan pada peringatan epifania, yaitu kunjungan orang-orang Majus ke bayi Yesus, dan baptisan Yesus oleh Yohanes di sungai Jordan. Kunjungan orang-orang Majus berarti Kristus telah menampakan diri kepada orang-orang bukan Yahudi dan baptisan-Nya berarti  pelayanan-Nya sudah dimulai.

Minggu epifania merupakan kelanjutan dari peristiwa natal. Dalam perayaan natal, kita merayakan kehadiran Allah ke dunia yang menjumpai manusia. Bila Allah tidak menghampiri manusia, merendahkan diri, bagaimana mungkin manusia menghampiri Allah? Bila Allah menghampiri manusia dalam segala kekuatan, kemuliaan, dan keperkasaan-Nya, siapa manusia yang dapat tahan berhadapan dengan-Nya?

Kelahiran dan kehadiran Allah ke dunia dalam diri Tuhan Yesus Kristus, dalam rangka menyelamatkan manusia, yaitu memberikan harapan dan hidup yang baru. Dari hidup dalam kuasa dosa dan kematian kepada hidup dalam anugerah keselamatan. Dan masa epifania merupakan masa penegasan dan pemantapan akan hidup dalam anugerah keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Anugerah keselamatan tersebut diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya dan melakukan apa yang diperintahkan-Nya.

II. I  S  I

Perikop Yesaya 42 adalah bagian kedua dari kitab Yesaya (ps.40-55), yang disebut dengan Deutero Yesaya, yang penulisannya terjadi pada masa bangsa Yehuda berada di tanah pembuangan di Babel. Keterbuangan bangsa Yehuda ke tanah Babel membuat mereka kehilangan identitas sebagai umat pilihan Allah. Kehidupan mereka gelap, putus asa dan hilang pengharapan. Lalu Allah membangkitkan seorang nabi yang juga hidup dalam pembuangan tersebut lalu memakainya untuk memberikan penghiburan dan pengharapan kepada bangsa Yehuda yang sedang berada dalam pembuangan.

Nabi Yesaya (lebih tepatnya Deutero Yesaya) menubuatkan kepada mereka bahwa akan datang seorang “hamba Tuhan” yang akan menyelamatkan mereka yang sedang hidup dalam kegelapan. Nubuatan sang nabi dimulai dengan mengatakan “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku  ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum  kepada bangsa-bangsa”.

Dalam Deutero Yesaya, sangat banyak berbicara mengenai “hamba Tuhan”. Empat perikop nyanyian Ebed Yahweh (hamba Tuhan), teristimewa dalam “nyanyian-nyanyian hamba Tuhan” yaitu Yesaya 42:1-4; 49:1-7; 50:4-9; 52:13-53:12 merupakan bagian penting dan aktual dalam pemberitaan nabi Deutero Yesaya. Isi nyanyian hamba TUHAN adalah: hamba sebagai utusan Allah, yang setia bahkan rela menderita untuk tugas penyelamatan bagi umat Israel. Keselamatan itulah yang ditekankan dalam pemberitaan Deutero Yesaya.

Di dalam Yesaya 42:1-9, hamba Tuhan dilukiskan  sebagai   “ebed Yahweh”  yang dipanggil dan diurapi, yang kepadanya Allah berkenan[1]. Banyak pandangan para ahli yang menunjuk bahwa hamba Tuhan dalam konteks ini adalah individu yang  diurapi tetapi yang melakukan perintah Allah untuk menerangi kehidupan umat-Nya. Hamba Tuhan dalam konteks ini  menjadi representasi kesetiaan Allah untuk tetap setia terhadap janji-Nya tentang pemulihan Israel. Di dalam perikop ini, sang Hamba yang terpilih dipresentasikan sebagai seseorang yang menyelesaikan rencana Tuhan Allah yang Maha Kuasa dengan membawa harapan dan terang kepada yang tertindas dan tertekan.

Nubuatan tentang hamba Tuhan yang kepadanya Allah berkenan dalam Yesaya 42 ini, oleh Matius ditujukan kepada Yesus Kristus, sebagaimana ditulis dalam Matius 12 : 18-21 "Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan;  Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap. "

Kata “lihat…” di Yesaya 42 : 1 (“Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang….”), dalam B.Inggris ditulis “gaze”, yang berarti bukan sekedar melihat tetapi memperhatikan dengan seksama.Dengan memperhatikan dengan seksama, kita akan menemukan kedalaman pengertian akan Allah dan pengenalan akan hamba yang kepadanya Allah berkenan. Penting sekali pengenalan akan hamba yang kepadanya Allah berkenan, sebab gambaran yang diberikan Nabi Yesaya tentang hamba yang kepadanya Allah berkenan, sebagaimana ditulis dalam Yesaya 53 : 2-3 adalah, Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada  sehingga kita memandang dia, dan rupapun  tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari  orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita  kesakitan; ia sangat dihina,  sehingga orang menutup  mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.

Banyak orang yang mau berkumpul di sekitar mahkota Kristus, namun sedikit sekali yang mau berkumpul di bawah salib Kristus. Banyak orang yang ingin berkat Kristus, tetapi sedikit orang yang mau menderita bersama Kristus.

Lihatlah hamba-Ku ini, maka didalamnya engkau akan melihat kasih Allah yang mau dinyatakan melalui Sang Mesias.

Yesaya mengambil ilustrasi buluh yang patah terkulai dan sumbu yang pudar nyalanya (Yesaya 42 : 3) sebagai gambaran dari orang-orang yang hidup tanpa pengharapan.

Buluh yang dimaksud di sini semacam ilalang besar yang terdapat di sekitar sungai dan menurut kebiasaan pada jaman itu, buluh sering dipakai oleh anak-anak Yahudi untuk membuat suling yang sangat sederhana. Karena ilalang ini mudah sekali didapatkan maka apabila ditemukan ada ilalang yang retak maka mereka akan membuangnya. Jikalau buluh yang terkulai ini merupakan gambaran diri kita, manusia berdosa yang tidak bernilai dan sepatutnya dibuang dan dicampakkan, maka Allah menyatakan bahwa orang-orang yang demikian ini tidak akan dipatahkan-Nya. Sungguh, ini menunjukkan kedalaman hati dan cinta Tuhan.

Banyak kepercayaan menekankan kebesaran dan kuasa Tuhan. Bagi kita, Tuhan itu Maha Besar dan Maha Kuasa, tetapi yang terutama IA Maha Baik. IA menyelamatkan kita bukan dengan kebesaran-Nya (sebab IA justru menjadi manusia), dan bukan dengan Kuasa-Nya (Sebab IA justru mati tidak berdaya di atas salib), tetapi dengan kebaikan-Nya (yang mengampuni orang berdosa dan menolong orang yang lemah).

Dalam bahan bacaan, Kis.10 : 34-36 dan 43, Rasul Petrus menyatakan bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya. Yesus Kristus adalah Tuhan dari semua orang. Dan tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapatkan pengampunan dosa oleh karena nama-Nya.

III.   REFLEKSI

Masa epifania merupakan masa penegasan dan pemantapan akan hidup dalam anugerah keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Realita kehidupan yang kita jalani tidak berhenti di kandang dan palungan tempat Yesus lahir Natal bukan puncak perayaan iman kita. Natal justru adalah langkah pertama kita menjalani hidup dalam anugerah keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Karena itu, penanggalan gereja menempatkan Masa Adventus dan Natal sebagai awal tahun gereja.

Orang Majus dan para gembala, para saksi Natal perdana, setelah bertemu bayi Yesus, mereka kembali ke tempat masing-masing.

Dalam Matius 2 : 12, dituliskan tentang orang Majus, “Dan karena diperingatkan dalam mimpi, supaya jangan kembali kepada Herodes, maka pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain.”

Dalam Lukas 2 : 20, dituliskan tentang para gembala, “Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah diaktakan kepada mereka.”

Akan tetapi, satu hal yang menarik adalah mereka, para Majus dan gembala itu, pulang setelah bertemu bayi Yesus dengan membawa sebuah perubahan hidup yang nyata. Mereka berubah. Orang Majus, ketika melihat Yesus, mereka sujud menyembah dan memberi emas, kemenyan, dan mur. Mereka takluk kepada Yesus. Dan Ketika pulang, mereka taat kepada Allah. Para Majus pulang dengan ketaatan baru.

Dalam kisah para gembala, mereka kembali dengan hati yang baru. Mereka memuji dan memuliakan Allah. Hati mereka disegarkan karena disentuh oleh kasih Allah. Para gembala pulang dengan sukacita baru.[2]

Kiranya kita pun demikianlah. Kebaikan dan kasih Allah yang kita rasakan dan kita terima dalam Natal, memampukan kita memberi diri menjadi saluran berkat Tuhan. Menjadi hamba-Nya yang setia dan taat. Ucapan dan tindakan kita meneguhkan dan menguatkan. Memiliki hati yang mengasihi dan menolak menghakimi.

Ada sebuah kisah kehidupan.[3]

Seorang tua dan anak laki-lakinya duduk bersama dalam kereta api. Sang putra berusia 24 tahun itu tiba-tiba berteriak kegirangan sambil menjulurkan kepala keluar jendela gerbong: “Papa, lihat… pohon-pohon itu berlari di samping kita!” Penumpang lain merasa tak nyaman.Mereka heran di usia dewasanya, ia bertingkah seperti anak kecil. “Papa, lihat! Awan-awan mengejar kita!” Beberapa kali si pemuda berteriak sampai seorang penumpang menegur sang ayah: “Mengapa anakmu tidak kau bawa ke dokter jiwa? Tingkahnya tak pantas sama sekali! Atau kau yang tak mengajarkannya sopan santun!”

Si Ayah dengan tenang dan tatapan teduh menjawab keluhan mereka: “Ah, maafkan kami, pak! Putraku memang baru kembali dari dokternya; seorang dokter mata. Ia buta sejak lahirnya dan hari ini adalah hari pertama ia dapat melihat dunia…maafkan saya, putraku terlalu gembira!”.

Betapa baiknya dunia ini andai kita tahu kapan harus lebih mengerti sesama daripada menghakimi. Marilah hidup kita menjadi pancaran terang Kristus dan menjadi sahabat bagi semua orang. Tuhan Yesus memampukan kita.

Pdt.Asnila Br Tarigan

GBKP Rg.Cijantung



[1] Kata-kata “Allah berkenan” dalam Perjanjian Lama hanya ada dalam kitab Yesaya.

[2] Joas Adiprasetya, “Menyemai Cinta, Merawat Damai”, BPK Gunung Mulia, Jakarta, cet.1, 2016, hal.159-164.

[3] Rm.Albertus. Joni, SCJ, “SoulBites 1.0”, Charissa Publisher, Yogyakarta, set.1, 2015, hal.41-43